Experience
Salah satu hal yang paling kubenci setelah liburan adalah ketika pelajaran Bahasa Indonesia, Bu Guru bertanya "Anak-anak, coba ceritakan pengalaman kalian selama liburan semester!". Kau tahu kenapa? Karena selama liburan, aku hanya diam saja di dalam rumah. Aku tidak pernah pergi keluar, apalagi sampai keluar kota.
Tapi, aku tetap harus bercerita bukan? Jadi, terpaksa aku mengingat semua hal 'berkesan' yang telah terjadi seumur hidupku, dan mencari yang paling menarik. Sayangnya, ini pun hampir sia-sia. Aku baru sadar betapa membosankannya hidupku, aku baru sadar kalau aku hampir tidak punya pengalaman!
Saat itu aku berkata pada diriku sendiri, "Aku tidak bisa seperti ini terus". Aku tidak bisa terus menjadi katak dalam tempurung. Ada banyak hal di luar sana yang belum pernah aku lihat. Aku harus berani keluar. Selama ini aku selalu berpikir, "Buat apa ngabisin uang buat kegiatan kayak gitu". Tapi aku salah. Uang yang dihabiskan untuk mendapatkan pengalaman itu tidak pernah sia-sia, sekalipun itu pengalaman yang buruk. :)
Ngomong-ngomong tentang pengalaman, aku ingin kalian tahu kalau... kalau aku sebenarnya punya semacam diary. "APA? KAU PUNYA DIARY! MAKSUDMU SETIAP MALAM KAU MENANGIS SAMBIL MENULIS 'Dear Diary...' GITU?". Gak kayak gitu juga keleus. Baiklah, harus diakui, alasan utamaku untuk menulis diary semacam itu adalah agar aku bisa curhat. Aku tidak tahu siapa yang bisa ku percaya untuk mendengarkan semua uneg-uneg dalam otakku yang agak kurang waras ini. Karena itu, di dalam buku itu aku menulis seolah-olah aku sedang bicara pada diriku sendiri, membahas kejadian-kejadian yang terjadi... Oke, oke. Sepertinya aku sudah bicara terlalu jauh. Lama-lama aku jadi kayak orang gila kalau kuceritakan semua.
"Tunggu dulu, kau sudah punya blog pribadi. Kenapa masih harus menulis diary kayak anak cengeng gitu?" -_- Baiklah, biar aku luruskan dulu. Pertama, aku sebenarnya tidak suka dengan sebutan 'diary'. Itu kedengarannya aneh. Ada banyak sebutan lain seperti 'buku harian', 'journal' dan sebagainya. Tapi aku memakai istilah itu karena itu yang paling lazim dan mudah dipahami (aku yakin jarang ada yang memakai istilah 'journal', padahal itu kedengarannya keren, seperti catatan petualangan). Kedua, aku juga tidak menulisnya tiap hari. Belakangan ini aku hanya sempat menulis sebulan sekali, itupun kalau sangat mendesak.
Sekarang tentang blog dan diary. Salah satu perbedaan terbesar antara keduanya adalah: untuk blog, aku tahu kalau orang akan membacanya; tapi untuk diary, hanya aku saja yang tahu isinya. Selain itu, blog isinya bukan tentang pengalaman doang. Aku pernah menulis cerpen, artikel, dsb. Blog itu bagaikan tempat sampah sekaligus tempat persembunyian harta karunku. Semuanya tergantung pada pembaca, bagaimana mereka melihatnya.
Kembali lagi ke topik awal kita. Aku sudah agak lega karena setelah liburan tahun lalu aku bisa memenuhi tugas guruku dengan cerita yang fresh. Buat yang belum tahu, ceritanya ada di sini.
Terakhir, ada cerita menarik yang pernah aku baca di kaskus dulu. Sebenarnya itu bukan cerita nyata, itu adalah anekdot yang dibuat salah satu orang untuk menyindir para vvota. Isinya kira-kira seperti ini:
Bayangkan kalau suatu saat nanti agan jadi orang tua, lalu anak agan nanya kayak gini:
"Pa, papa dulu pas masih kecil suka nonton bola ya?"
"Enggak, nak"
"Berarti, papa dulu suka ikut konser metal gitu ya?"
"Nggak juga"
"Lha trus, papa dulu sukanya nonton apa?"
"Nonton JKT48 di theater" :P
Memang kedengarannya menjijikkan sekali. Tapi, setelah dipikir-pikir, itu tidak terlalu buruk. Setidaknya untukku. Bayangkan kalau seandainya aku nanti menjawab "Nggak ada. Papa dulu nggak pernah pergi kemana-mana." Itu jelas jauh lebih mengerikan.
Tapi, aku tetap harus bercerita bukan? Jadi, terpaksa aku mengingat semua hal 'berkesan' yang telah terjadi seumur hidupku, dan mencari yang paling menarik. Sayangnya, ini pun hampir sia-sia. Aku baru sadar betapa membosankannya hidupku, aku baru sadar kalau aku hampir tidak punya pengalaman!
Saat itu aku berkata pada diriku sendiri, "Aku tidak bisa seperti ini terus". Aku tidak bisa terus menjadi katak dalam tempurung. Ada banyak hal di luar sana yang belum pernah aku lihat. Aku harus berani keluar. Selama ini aku selalu berpikir, "Buat apa ngabisin uang buat kegiatan kayak gitu". Tapi aku salah. Uang yang dihabiskan untuk mendapatkan pengalaman itu tidak pernah sia-sia, sekalipun itu pengalaman yang buruk. :)
Ngomong-ngomong tentang pengalaman, aku ingin kalian tahu kalau... kalau aku sebenarnya punya semacam diary. "APA? KAU PUNYA DIARY! MAKSUDMU SETIAP MALAM KAU MENANGIS SAMBIL MENULIS 'Dear Diary...' GITU?". Gak kayak gitu juga keleus. Baiklah, harus diakui, alasan utamaku untuk menulis diary semacam itu adalah agar aku bisa curhat. Aku tidak tahu siapa yang bisa ku percaya untuk mendengarkan semua uneg-uneg dalam otakku yang agak kurang waras ini. Karena itu, di dalam buku itu aku menulis seolah-olah aku sedang bicara pada diriku sendiri, membahas kejadian-kejadian yang terjadi... Oke, oke. Sepertinya aku sudah bicara terlalu jauh. Lama-lama aku jadi kayak orang gila kalau kuceritakan semua.
"Tunggu dulu, kau sudah punya blog pribadi. Kenapa masih harus menulis diary kayak anak cengeng gitu?" -_- Baiklah, biar aku luruskan dulu. Pertama, aku sebenarnya tidak suka dengan sebutan 'diary'. Itu kedengarannya aneh. Ada banyak sebutan lain seperti 'buku harian', 'journal' dan sebagainya. Tapi aku memakai istilah itu karena itu yang paling lazim dan mudah dipahami (aku yakin jarang ada yang memakai istilah 'journal', padahal itu kedengarannya keren, seperti catatan petualangan). Kedua, aku juga tidak menulisnya tiap hari. Belakangan ini aku hanya sempat menulis sebulan sekali, itupun kalau sangat mendesak.
Sekarang tentang blog dan diary. Salah satu perbedaan terbesar antara keduanya adalah: untuk blog, aku tahu kalau orang akan membacanya; tapi untuk diary, hanya aku saja yang tahu isinya. Selain itu, blog isinya bukan tentang pengalaman doang. Aku pernah menulis cerpen, artikel, dsb. Blog itu bagaikan tempat sampah sekaligus tempat persembunyian harta karunku. Semuanya tergantung pada pembaca, bagaimana mereka melihatnya.
Kembali lagi ke topik awal kita. Aku sudah agak lega karena setelah liburan tahun lalu aku bisa memenuhi tugas guruku dengan cerita yang fresh. Buat yang belum tahu, ceritanya ada di sini.
Terakhir, ada cerita menarik yang pernah aku baca di kaskus dulu. Sebenarnya itu bukan cerita nyata, itu adalah anekdot yang dibuat salah satu orang untuk menyindir para vvota. Isinya kira-kira seperti ini:
Bayangkan kalau suatu saat nanti agan jadi orang tua, lalu anak agan nanya kayak gini:
"Pa, papa dulu pas masih kecil suka nonton bola ya?"
"Enggak, nak"
"Berarti, papa dulu suka ikut konser metal gitu ya?"
"Nggak juga"
"Lha trus, papa dulu sukanya nonton apa?"
"Nonton JKT48 di theater" :P
Memang kedengarannya menjijikkan sekali. Tapi, setelah dipikir-pikir, itu tidak terlalu buruk. Setidaknya untukku. Bayangkan kalau seandainya aku nanti menjawab "Nggak ada. Papa dulu nggak pernah pergi kemana-mana." Itu jelas jauh lebih mengerikan.
Comments
Post a Comment
What do you think?