SUPERNOVA: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh
Ayahku punya banyak buku di rumah. Jumlahnya mungkin sekitar dua ratus buku. Semua itu tertata rapi dalam lemari-lemari buku yang terbuat dari kayu. Dulu aku pernah coba-coba membaca beberapa buku di sana. Tapi, tentu saja, aku tidak paham. Bagaimana tidak, hampir semua buku milik ayahku adalah buku-buku berat: Buku-buku tentang Nietzsche, Karl Marx, Plato; Emotional Intelligence, Spiritual Quotient; berbagai buku tentang politik, budaya, dan agama; dan masih banyak lagi. Di antara semua buku itu, terselip beberapa buku yang bisa dimasukkan kategori fiksi. Dan SUPERNOVA adalah salah satunya.
Kalian tahu, beberapa tahun lalu aku pernah mencoba untuk membaca buku ini. Dan... dengan pikiran yang bingung aku tidak selesai membacanya. Ya, mana mungkin anak SD bisa memahami teori-teori sains yang kompleks seperti itu. Sehubungan dengan itu, dan beberapa hal lainnya, aku berhenti membaca. Benar-benar berhenti dan tidak pernah menyentuh buku apapun (kecuali buku pelajaran :D).
Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari bahwa ternyata banyak teman-temanku yang membaca buku. Tapi tidak se-ekstrim aku dulu. Rata-rata hanyalah cewek-cewek yang bacaannya cuma novel romantis. Ditambah beberapa otaku yang suka baca komik dan sejenisnya (mungkin hentai?).
Kesadaranku untuk mulai membaca lagi baru bangkit ketika aku membaca sebuah artikel di blog zenius (terima kasih zenius!). Ya... walaupun aku tidak berlangganan zenius premium seperti temanku Roqi, tapi setidaknya aku masih bisa membaca artikel-artikel di blognya yang mindset-changing :p.
Oke, kembali lagi ke buku kita tadi, SUPERNOVA (Ini adalah pertama kalinya aku membuat review buku). Kebetulan sekali, buku ini sudah dibuat filmnya dan akan muncul di bioskop bulan depan. KEBETULAN SEKALI BUKAN? Buku itu sudah ada di rumahku selama bertahun-tahun (buku yang kubaca adalah cetakan ketiga, tahun 2001), tapi baru akhir Oktober ini aku membacanya, dan itu bertepatan sekali dengan pembuatan film adaptasinya tahun ini.
Jadi, aku sudah membaca bukunya sekaligus trailer filmnya. Dulu aku sering berpikir, "Kalau tulisan ini dibuat visualisasinya, pasti akan sangat menarik!". Ternyata yang terjadi malah sebaiknya. Visualisasi itu tidak membuatnya menjadi lebih menarik, tetapi justru mengekang imajinasi kita. Ambil contoh yang mudah, Diva. Kalau di buku, kita bisa membayangkan betapa cantiknya ia bagaikan bidadari, kita bahkan tidak perlu membayangkannya dalam bentuk visual; kita hanya percaya.
Tentang bukunya, menurutku sangat menarik. Buku itu adalah perpaduan yang luar biasa antara seni dan sains. Ada begitu banyak informasi di sana, konsep-konsep sains yang tidak pernah diajarkan kepada kita bahkan selama 12 tahun sekolah. Secara spiritual, buku itu sangat dalam, hampir seperti The Celestine Prophecy yang aku baca tahun lalu (buku lawas lagi). Buku SUPERNOVA dikemas *cielah* dengan cerita cinta yang, walaupun dianggap agak tabu, tapi sangat menarik. Sebut saja gay, perselingkuhan, dan pelacuran. Terlepas dari semua itu, menurutku yang paling menarik dari buku ini adalah sang Bintang Jatuh. Aku harap orang seperti itu benar-benar ada.
Sekarang, aku akan mulai membaca lagi :)
Kalian tahu, beberapa tahun lalu aku pernah mencoba untuk membaca buku ini. Dan... dengan pikiran yang bingung aku tidak selesai membacanya. Ya, mana mungkin anak SD bisa memahami teori-teori sains yang kompleks seperti itu. Sehubungan dengan itu, dan beberapa hal lainnya, aku berhenti membaca. Benar-benar berhenti dan tidak pernah menyentuh buku apapun (kecuali buku pelajaran :D).
Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari bahwa ternyata banyak teman-temanku yang membaca buku. Tapi tidak se-ekstrim aku dulu. Rata-rata hanyalah cewek-cewek yang bacaannya cuma novel romantis. Ditambah beberapa otaku yang suka baca komik dan sejenisnya (mungkin hentai?).
Kesadaranku untuk mulai membaca lagi baru bangkit ketika aku membaca sebuah artikel di blog zenius (terima kasih zenius!). Ya... walaupun aku tidak berlangganan zenius premium seperti temanku Roqi, tapi setidaknya aku masih bisa membaca artikel-artikel di blognya yang mindset-changing :p.
Oke, kembali lagi ke buku kita tadi, SUPERNOVA (Ini adalah pertama kalinya aku membuat review buku). Kebetulan sekali, buku ini sudah dibuat filmnya dan akan muncul di bioskop bulan depan. KEBETULAN SEKALI BUKAN? Buku itu sudah ada di rumahku selama bertahun-tahun (buku yang kubaca adalah cetakan ketiga, tahun 2001), tapi baru akhir Oktober ini aku membacanya, dan itu bertepatan sekali dengan pembuatan film adaptasinya tahun ini.
Jadi, aku sudah membaca bukunya sekaligus trailer filmnya. Dulu aku sering berpikir, "Kalau tulisan ini dibuat visualisasinya, pasti akan sangat menarik!". Ternyata yang terjadi malah sebaiknya. Visualisasi itu tidak membuatnya menjadi lebih menarik, tetapi justru mengekang imajinasi kita. Ambil contoh yang mudah, Diva. Kalau di buku, kita bisa membayangkan betapa cantiknya ia bagaikan bidadari, kita bahkan tidak perlu membayangkannya dalam bentuk visual; kita hanya percaya.
Tentang bukunya, menurutku sangat menarik. Buku itu adalah perpaduan yang luar biasa antara seni dan sains. Ada begitu banyak informasi di sana, konsep-konsep sains yang tidak pernah diajarkan kepada kita bahkan selama 12 tahun sekolah. Secara spiritual, buku itu sangat dalam, hampir seperti The Celestine Prophecy yang aku baca tahun lalu (buku lawas lagi). Buku SUPERNOVA dikemas *cielah* dengan cerita cinta yang, walaupun dianggap agak tabu, tapi sangat menarik. Sebut saja gay, perselingkuhan, dan pelacuran. Terlepas dari semua itu, menurutku yang paling menarik dari buku ini adalah sang Bintang Jatuh. Aku harap orang seperti itu benar-benar ada.
Sekarang, aku akan mulai membaca lagi :)
Comments
Post a Comment
What do you think?